Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu.
Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita
semua pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan
shalat termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat
bangunan Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh
sangat berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang
dalam KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang
satu ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat
sekali sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya
melaksanakan shalat sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang
lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan melaksanakan shalat
dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak yang
mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena itu,
pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan mengenai
hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah memudahkannya dan memberi taufik
kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.
Banyak ayat yang membicarakan hal ini (shalat) dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan hanya beberapa ayat saja.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. AN Nisaa’ (4) : 103)
Allah Ta’ala berfirman :
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا
الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui al ghoyya (kesesatan), kecuali orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam (19) : 59-60)
Ibnu Abbas berkata tentang tafsir ayat diatas. “bukan makna
meninggalkan shalat, tapi shalat pada akhir waktu”. Menurut Said bin
Musayyib.” Yang didimaksud dengan ayat diatas adalah mengakhiri zhuhur
sampai ashar dan ashar sampai maghrib dan manghrib samapai isya dan
subuh sampai terbit matahari”.
Ibnu Mas’ud ra. mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah
sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya
sangat dalam.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di
Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti
syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah
orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka
paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini
(ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat
orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” Maka
seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak
dimintai taubat untuk beriman.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At Taubah (9) : 11)
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan
mengerjakan shalat. Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah
saudara seiman. Konsekuensinya orang yang meninggalkan shalat bukanlah
mukmin karena orang mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. (QS. Al Hujuraat (49) : 10)
Kebanyakan yang membuat manusia lalai dari shalat dan bahkan mau
meninggalkan shalat disebabkan oleh harta dan anak. Makanya Allah telah
memperingatkan kepada kita semua bahwa harta dan anak itu adalah cobaan.
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.. (QS. Al
Anfaal (8) : 28)
Dan diayat lain Allah memperingatkan kita juga
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di
sisi Allah-lah pahala yang besar.. (QS. At Taghaabun (64) : 15)
Makanya tidak ragu lagi kita, bahwa yang membuat manusia melaikan
shalat dan bahkan ada yang sampai meninggalkannya adalah harta dan anak.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا
أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. (QS. Al Munaafiquun
(63) : 9)
Jumhur mufassiriin (kebanyak ahli tafsir) mengatakan , yang dimaksud
“lalai dari mengingat allah”. Lalai dari shalat yang lima waktu. Dan
yang barangsiapa yang menyia-nyiakankan shalat akan dilaknat oleh Allah
dan seluruh binatang yang ada didunia ini. Kalaulah seandainya pandai
rumah berbicara, pasti dia akan bicara bagi penghuninya yang tidak
shalat. “wahai musuh Allah keluarlah dari sini, sembahlah Allah”.
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (QS. Al Maa’un (107) : 4-5)
Sa’ad bin Abi Waqas pernah bertanya kepada Rasulullah saww. tentang
shalat yang sahun. Rasul menjawab : ”yaitu orang shalat diakhir waktu”.
Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ جَرِيرٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُا
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi dan Utsman
bin Abu Syaibah keduanya dari Jarir. Yahya berkata, telah mengabarkan
kepada kami Jarir dari al-A'masy dari Abu Sufyan dia berkata, saya
mendengar Jabir berkata, "Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki
dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim
No. 116, 117, Abudaud No.4058, Ahmad No.14451, 14650, dan Ibnumajah
No.1068)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ قَالَ حَدَّثَنِي قَتَادَةُ
عَنْ الْحَسَنِ عَنْ حُرَيْثِ بْنِ قَبِيصَةَ قَالَ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ
فَقُلْتُ اللَّهُمَّ يَسِّرْ لِي جَلِيسًا صَالِحًا قَالَ فَجَلَسْتُ إِلَى
أَبِي هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ إِنِّي سَأَلْتُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي
جَلِيسًا صَالِحًا فَحَدِّثْنِي بِحَدِيثٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَنْفَعَنِي بِهِ
فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ
وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ
شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ
تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ
يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ تَمِيمٍ
الدَّارِيِّ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ
غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ مِنْ غَيْرِ
هَذَا الْوَجْهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَقَدْ رَوَى بَعْضُ أَصْحَابِ
الْحَسَنِ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ حُرَيْثٍ غَيْرَ هَذَا
الْحَدِيثِ وَالْمَشْهُورُ هُوَ قَبِيصَةُ بْنُ حُرَيْثٍ وَرُوِي عَنْ
أَنَسِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوُ هَذَا
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Nashr bin Ali Al Jahdlami
berkata; telah menceritakan kepada kami Sahl bin Hammad berkata; telah
menceritakan kepada kami Hammam berkata; telah menceritakan kepadaku
Qatadah dari Al Hasan dari Huraits bin Qabishah ia berkata; "Aku datang
ke Madinah, lalu aku berdo`a, "Ya Allah, mudahkanlah aku untuk mendapat
teman shalih." Huraits bin Qabishah berkata; "Lalu aku berteman dengan
Abu Hurairah, aku kemudian berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah
memintah kepada Allah agar memberiku rizki seorang teman yang shalih,
maka bacakanlah kepadaku hadits yang pernah engkau dengar dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, semoga dengannya Allah
memberiku manfaat." Maka Abu Hurairah pun berkata; "Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada hari kiamat
pertama kali yang akan Allah hisab atas amalan seorang hamba adalah
shalatnya, jika shalatnya baik maka ia akan beruntung dan selamat, jika
shalatnya rusak maka ia akan rugi dan tidak beruntung. Jika pada amalan
fardlunya ada yang kurang maka Rabb 'azza wajalla berfirman:
"Periksalah, apakah hamba-Ku mempunyai ibadah sunnah yang bisa
menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?" lalu setiap amal akan
diperlakukan seperti itu." Ia berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat
dari Tamim Ad Dari." Abu Isa berkata; "Hadits Abu Hurairah derajatnya
hasan gharib dari sisi ini. Hadits ini telah diriwayatkan juga dari Abu
Hurairah dengan jalur lain. Sebagian sahabat Al Hasan juga telah
meriwayatkan hadits lain dari Al Hasan, dari Qabishah bin Huraits. Dan
yang lebih terkenal adalah Qabishah bin Huraits. Hadits seperti ini juga
pernah diriwayatkan dari Anas bin Hakim dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. At Tirmidzi No.378, Ahmad No.16019,
16339, 16342 dan No.22119)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
Nabi Muhammad saww. bersabda : “Pokok dari perkara agama adalah
Islam, tiangnya adalah shalat”. (HR. At Tirmidzi No. 2541, Ahmad
No.21054)
الصلاة عماد الدين, من أقامها فقد أقام الدين, ومن تركها(هدمها) فقد هدم الدي
Nabi Muhammad saww. : “Shalat adalah tiang agama, barangsiapa
menegakkannya berarti telah menegakkan agama dan barangsiapa yang
meninggalkannya (merobohkannya) berarti dia telah merobohkan agama”.
(HR. Al Baihaqi)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُسْنَدِيُّ قَالَ
حَدَّثَنَا أَبُو رَوْحٍ الْحَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ عَنْ وَاقِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي
دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Musnadi dia
berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al Harami bin Umarah
berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Waqid bin Muhammad
berkata; aku mendengar bapakku menceritakan dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi; tidak ada
Tuhan kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah,
MENEGAKKAN SHALAT, menunaikan zakat. Jika mereka
lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta
mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan mereka ada pada
Allah" (HR. Bukhori No.24, Muslim No.33)
Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir
Sayyidina Umar bin Khothob ra. mengatakan :
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.
Dari jalan yang lain, Sayyidina Umar ra. berkata :
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.
(Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath
Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad
Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih )
Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan
shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang
tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir
kecuali shalat. (Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari
Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa
hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan
sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al
Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Telah sepakat para ulama orang yang meninggalakan shalat lebih jelek
dari pada zina, minuman keras, membunuh. Dan bahkan sebagaian ulama ada
yang mengatakan kafir bagi siapa yang berani meninggalkan shalat dengan
sengaja.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin
bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah
dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras.
Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah
serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah-
berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada
dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang
mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan
shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang
meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap
seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau
luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang
meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai
dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk
orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat
dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)
Apakah orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?
Berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat.
[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan
mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang,
“Sholat oleh, ora sholat oleh.” [Kalau mau shalat boleh-boleh saja,
tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka
mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir
tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan
menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika
diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini
berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat
Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.
[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu
tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang
tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada
dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu
hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia
kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya
dilihat dari keadaan akhir hidupnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Jika seorang hamba
melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya
keimanan sesuai dengan perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah
dan berkurang. Dan bisa jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak
sekaligus. Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di
banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka
tidak meninggalkan secara total. Mereka terkadang shalat dan terkadang
meninggalkannya. Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan
nifak sekaligus. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti
pada masalah warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku
bagi orang munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang
kadang shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa, 7/617)
[Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat
dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka
hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh).
Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya
yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat
hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun
sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah
kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana
Allah berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un (107) : 4-5)
Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat
di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat
karena mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat
karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana
kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada
perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini
shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal
ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat
ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi,
Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah
bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama
Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i
(sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob
(sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman
bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat
Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia
harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat
Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para
ulama termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat
menurut Al Qur’an dan As Sunnah.
Dalam Kitab Az Zawajir susunan Ahmad bin Hajar Al Haitami berkata:
Tersebut dalam hadits, "Barangsiapa menjaga shalat lima waktu, niscaya di muliakan oleh Allah dengan lima kemuliaan" :
1. Allah menghilangkan kesempitan hidupnya.
2. Allah hilangkan siksa kubur darinya.
3. Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanannya.
4. Dia akan melewati jembatan (Shirat) bagaikan kilat.
5. Akan masuk syurga tanpa hisab
Dan barangsiapa yang menyepelekan shalat, niscaya Allah akan
mengazabnya dengan lima belas siksaan ; enam siksa di dunia, tiga
siksaan ketika mati, tiga siksaan ketika masuk liang kubur dan tiga
siksaan ketika bertemu dengan Tuhannya (akhirat).
Adapun siksa di dunia adalah :
1. Dicabut keberkahan umurnya.
2. Dihapus tanda orang saleh dari wajahnya.
3. Setiap amal yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah.
4. Do’anya tidak naik kelangit (tidak diterima).
5. Tidak termasuk (mendapat) bagian dari do'anya orang-orang saleh.
6. Tidak beriman ketika ruh di cabut dari tubuhnya.
Adapun siksa ketika akan mati :
1. Mati dalam keadaan hina.
2. Mati dalam keadaan lapar.
3. Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut tidak akan menghilangkan rasa hausnya.
Adapun siksa kubur :
1. Allah menyempitkan liang kuburnya sehingga hancur tulang-tulang rusuknya.
2. Tubuhnya dipanggang di atas bara api siang dan malam.
3. Dalam kuburnya terdapat ular yang bernama Suja'ul Aqro' yang akan
menerkamnya karena menyia-nyiakan shalat. Ular itu akan menyiksanya,
yang lamanya sesuai dengan waktu shalat.
Adapun siksa yang menimpanya waktu bertemu dengan Tuhan :
1. Apabila langit telah terbuka, maka malaikat datang kepadanya
dengan membawa rantai. Panjang rantai tsb. tujuh hasta. Rantai itu
digantungkan ke leher orang tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam
mulutnya dan keluar dari duburnya. Lalu malaikat mengumumkan : 'Ini
adalah balasan orang yang menyepelekan perintah Allah'. Ibnu Abbas r.a
berkata, 'seandainya lingkaran rantai itu jatuh ke bumi pasti dapat
membakar bumi'.
2. Allah tidak memandangnya dengan pandangan kasih sayang-Nya Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih.
3. Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan
shalat, dan sesungguhnya dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang
disebut "Lam-lam". Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu
sebesar leher unta, panjangnya sepanjang perjalanan sebulan. Ular itu
menyengat orang yang meninggalkan shalat sampai mendidih bisanya dalam
tubuh orang itu selama tujuh puluh tahun kemudian membusuk dagingnya.
Hikayat : Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita
(dari Bani Isra’il) berjalan terhuyung-huyung, pakaiannya yang serba
hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam,
kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya, tanpa rias muka
atau perhiasan menempel di tubuhnya, kulit yang bersih, badan yang
ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan
kepedihan yang tengah meruyak hidupnya, ia melangkah terseret-seret
mendekati kediaman rumah Nabi Musa as. diketuknya pintu pelan-pelan
sambil mengucapkan salam, maka terdengarlah ucapan dari dalam “Silakan
masuk”. Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus
merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, “Wahai Nabi Allah.
Tolonglah saya, Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji
saya.” “Apakah dosamu wahai wanita ayu?” tanya Nabi Musa as terkejut.
“Saya takut mengatakannya.” jawab wanita cantik. “Katakanlah jangan
ragu-ragu!” desak Nabi Musa. Maka perempuan itu pun terpatah bercerita,
“Saya telah berzina.” Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak.
Perempuan itu meneruskan, “Dari perzinaan itu saya pun lantas hamil,
setelah anak itu lahir, langsung saya cekik lehernya sampai tewas”, ucap
wanita itu seraya menagis sejadi-jadinya. Nabi musa berapi-api matanya.
Dengan muka berang ia menghardik,” Perempuan bejad, enyah kamu dari
sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu.
Pergi!” teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.
Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu,
hancur luluh segera bangkit Dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke
luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak
tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa
kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya,
bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa
besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahwa
sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa as.. Sang
Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, “Mengapa engkau menolak seorang wanita
yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih
besar daripadanya?” Nabi Musa terperanjat. “Dosa apakah yang lebih besar
dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?” Maka Nabi Musa dengan
penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.
“Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista
itu?” “Ada!” jawab Jibril dengan tegas. “Dosa apakah itu?” tanya Musa
kian penasaran. “Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa
menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.
Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk
menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk
memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.
Nabi Musa as. menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan
sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa
sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia
seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah
menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah
hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan
sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa
Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan
pasti mau menerima kedatangannya. (Di dalam Kitab Irsyadul 'Ibad
Ilasabilirrosyad - Asy Syaikh Zinuddin Al Maribariy dan Didalam buku 30
kisah teladan - KH . Abdurrahman Arroisy)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Rabbij'alnii muqimash shalaati wa min dzurriyyatii, rabbanaa wa taqabbal du'a.
Artinya : Ya Allah Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku
orang-orang yang mendirikan shalat. Ya Tuhanku perkenankanlah do'aku.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abu Nawar bin Ahmad Al ‘Aydrus.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar